RELASIPUBLIK.COM | JAKARTA
JAKARTA – Penegasan tentang tujuan utama pendidikan menjadi awal paparan Abetnego Panca Putra Tarigan, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Bidang Pembangunan Manusia, dalam Webinar yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA INDONESIA) dengan tema, “SKB 3 Menteri, Memupuk Asa Toleransi di Sekolah”, Jumat (12/02/2021).
“Tujuan utama pendidikan adalah menjadikan manusia Indonesia seutuhnya, yang menyadari dan menghargai kemajemukan lingkungannya, agamanya. Pendidikan memainkan peran penting dalam transformasi masyarakat untuk menjadi lebih adil dan inklusif, dan Pendidikan yang majemuk adalah kuncinya,” jelas Tarigan.
Terkait tema Webinar, Tarigan menjelaskan bahwa Inti SKB Tiga Menteri adalah peserta didik, dan tenaga kependidikan di sekolah negeri jenjang dasar dan menengah berhak memilih untuk menggunakan ataupun tidak pakaian dengan atribut kekhasan agama tertentu, sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“SKB bukan pelarangan tapi memberikan kebebasan kepada peserta didik. Dan keputusan ini untuk mempersatukan bukan memecah belah,” terangnya.
“Oleh karenanya Pemda dilarang mewajibkan, memerintah, mensyaratkan, menghimbau, atau melarang penggunaan pakaian seragam dengan atribut kekhasan tertentu di sekolah-sekolah negeri. Karena religiositas tidak diukur dari pakaian, keislaman Muslimah, tidak diukur dari jilbab yang dikenakannya,” terangnya lagi.
Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Bidang Pembangunan Manusia menambahkan bahwa Indeks negara islami, misalnya tidak menjadikan pakaian sebagai ukuran. Yang dijadikan ukuran ialah kemakmuran ekonomi, penegakan hukum, tata Kelola pemerintahan yang baik, hak asasi manusia dan politik, serta hubungan internasional.
“Pada tahun 2018, Selandia Baru negara yang sangat sedikit penduduknya berjilbab, diganjar predikat negara paling islmai. Negara-negara yang banyak penduduknya berjilbab, seperti Iran di urutan 125, Mesir 137, Pakaistan 140, Sudan 152, Indonesia 64, dalam deretan negara-negara Islami,” Sebut Tarigan mencontohkan.
Tarigan juga menegaskan soal komitmen pemerintah soal prinsip dasar adanya SKB Tiga Menteri adalah penghormatan terhadap hak yang berbeda.
“UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pun telah menyebut prinsip yang senada dengan SKB, yakni penyelenggaraan demokratis dan menjunjung tinggi HAM. SKB penggunaan seragam dan atribut di sekolah negeri dianggap mengandung pendekatan hak asasi manusia. Pendekatan ini semestinya juga termaktub dalam peraturan atau kebijakan seputaran Pendidikan lainnya,” tuturnya.
“Kebebasan menjalankan agama atau kepercayaan seorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum. Ini diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, Kesehatan, moral masyarakat, dan hak mendasar orang lain,” tuturnya lagi.
Pada bagian akhir paparannya, Tarigan mengungkapkan harapan pemerintah agar pengawas ataupun komite sekolah perlu turut menyisir peraturan ataupun ketentuan penyelenggaraan Pendidikan yang tidak sesuai dengan UU No. 20/2003. Pasal 4 ayat (1) UU No. 20/2003 adalah roh penyelenggaraan Pendidikan yang menghormati keberagaman.
Dalam hal nilai-nilai keagamaan yang fundamental (keadilan dan kemanusiaan), negara harus hadir. Namun dalam konteks pandangan agama yang masih diperdebatkan, negara tidak bisa mengatur secara sepihak.
“Keputusan SKB harus dibarengi dengan penguatan peran keluarga dan otoritas keagamaan untuk memperkuat Pendidikan Agama dan nilai-nilai penguatan karakter di kalangan peserta didik,” tutup Tarigan.
Webinar ini diselenggarakan PEWARNA INDONESIA menyikapi terbitnya SKB 3 Menteri, yaitu; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah negeri jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Discussion about this post