Komnas Perlindungan Anak: Rangga Pahlawan Anti Kekerasan  Seksual Di Serambi Mekah 

BANTEN, RELASIPUBLIK.COM

Jakarta, Kasus heroik seorang anak bernama Rangga membela ibu kandung dari peristiwa serangan kekerasan seksual di Aceh menjadi catatan terburuk bagi pergerakan perlindungan anak di seluruh Indonesia.
Nyaris, berdasarkan fakta menunjukkan bahwa Indonesia dalam situasi “zona merah”Darurat Kekerasan terhadap Anak.

Adalah Sesungguhnya kewajiban kita semua untuk memberikan Perlindungan kepada Anak, bukan justru anak dibiarkan sendiri membela dirinya dan perlindungan dari serangan orang dewasa.

Tengok saja kasus Rangga di Aceh secara heroik mampu membela dan melindungi ibunya dari serangan Kekerasan Seksual di rumahnya walau harus meregang nyawa.

Lalu pertanyaannya , apa peran kita dan apa yang harus kita lakukan dalam memutus mata rantai Darurat Kekerasan di Aceh dan di Indonesia?.

Aceh Darussalam sesungguhnya adalah wilayah atau daerah religius yang memegang teguh prinsip-prinsip dan nilai-nilai keagamaan. Namun mengapa kekerasan di Aceh justru di daerah ini terus meningkat khususnya kekerasan seksual terhadap anak perempuan. “Apa yang salah di Aceh”, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak kepada Relasipublik.com (22/10/2020) menyikapi soal kasus Rangga bocah 9 tahun yang membela ibu sebagai korban kekerasan seksual di Aceh.

Lebih lanjut Arist Merdeka menerangkan atas peristiwa ini. Bersamaan 22 tahun “Selebrasi” Komnas Perlindungan Anak hadir di tengah-tengah masalah ana Indonesia 1998-2020, Tim Advokasi dan Litigasi Komnas Perlindungan Anak akan berkunjung ke Aceh untuk memberikan penghargaan melalui ibu korban serta membentuk tim pengawal kasus ini dengan melibatkan Lembaga Perlindungan Amak (LPA) Aceh dan asistensi dari tim lawyer anak di Banda Aceh dan Medan..

Melalui peristiwa keji dan biadab ini, Komnas Perlindungan Anak mengajak masyarakat Aceh menjadikan peristiwa ini titik awal dari gerakan perlindungan Anak berbasis rumah dan kampung di Aceh.

“Masyarakat Aceh tidak bisa diam atas peristiwa ini dan ayo bergerak,” ajak Arist.

Tambahnya, “Jangan biarkan anak-anak kita dalam zona merah kekekerasan karena kelalaian kita.”

“Ayo kita gunakan momentum ini untuk bangkit membangun putus mata rantai kekerasan seksual di Aceh berkaca dari kasus Rangga,” pungkas Arist.