JAKARTA, RELASIPUBLIK.COM
Tindakan biadab dilakukan oleh ayah kandung terhadap tiga orang anak balita berusia 2 bulan hingga 5 tahun, korban rudapaksa (diperkosa) berulang ini di Medan sebagai warga Medan Labuhan, Sumatera Utara. Hal ini mendapat perhatian serius dari Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait pada hari Kamis (08/10/20) di Jakarta kepada media Relasipublik.com
Arist Merdeka dengan julukan putra Siantar (SiantarMen) berciri rambut putih kuncir ini mendesak Polsek Medan Labuhan untuk segera menangkap dan menahan orangtua korban untuk dimintai pertanggung jawaban hukum atas perbuatan yang menjijikkan itu.
Ironisnya,pelaku hingga saat ini masih tetap serumah dengan korban sehingga korban saat ini terus menerus dalam ketakutan sekalipun sudah dilaporkan kepada Polsek Medan labuhan.
Menurut informasi yang dikumpulkan Tim terpadu Komnas Perlindungan Anak mengatakan bahwa perbuatan keji sang ayah kepada kedua anaknya tertua pada suatu malam di tahun 2016.
Salah seorang anaknya setiap malam menangis menahan kesakitan setelah diperiksa ada lecet di daerah dubur anaknya, namun saat ditelusuri kedua anaknya mengalami hal yang sama. Menurut penuturan korban kepada sang ibu bahwa anaknya telah dilecehkan kemudian istri pelaku memperingati suaminya namun suaminya tak menggubris, “jelas Khairunnisa ibu kandung korban.
“Saya sudah memperingati Suami saya namun suami tidak perduli,” terang Khairunnisa selaku ibu korban.
Lanjutnya, menurut ibu korban, pelaku diduga telah menggilir kedua anaknya tiap malam dan kecurigaan ibu korban bahwa anak ketiga yang berumur 2 bulan juga turut dilecehkan dengan memasukkan jari- jari pelaku ke area sensitif anak perempuannya.
Atas kejadian tersebut, mengingat kejahatan yang dilakukan orangtua korban ini merupakan tindak pidana luar biasa (extraordinary crime) apalagi dilakukan oleh orangtua kandung korban sendiri, maka pelaku dapat dihukum dengan hukuman pemberatan berupa tambahan sepertiga dari pidana pokoknya. Dengan demikian pelaku dapat dipidana penjara 20 tahun bahkan sampai pada hukuman seumur hidup.
“Demi kepastian hukum bagi korban, saya berharap Polsek Medan Labuhan tidak ragu menerapkan UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang UU Nomor : 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman maksimal 20 tahun dan atau seumur hidup”, tegas Arist M Sirait.
Untuk pemulihan trauma psikogis dan pelayanan medis bagi tiga orang korban, Komnas Perlindungan Anak sebagai institusi independen dibidang Perlindungan Anak yang diberikan tugas dan fungsi untuk memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia, mengajak dan meminta Dinas Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dan Dinas Kesehatan Sosial Kota Medan untuk segera membentuk tim terpadu guna memberikan layanan dan bantuan pemulihan terhadap korban.
“Dan untuk mengawal proses hukum atas kasus ini, saya minta Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Propinsi Sumut dan pegiat bantuan hukum bagi anak berkonflik dengan hukum juga membentuk Tim Advokasi dan Litigasi Anak Berhadapan dengan Hukum, demikian disampaikan ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait kepada sejumlah media melalui siaran persnya yang dibagikan kepada sejumlah media, Kamis (08/10/2020).
Mengingat Kota Medan saat ini berada dalam situasi “zona merah” pelanggaran hak dasar anak terutama kejahatan seksual yang dilakukan orang perorang maupun bergerombol (geng Rape) yang sudah masuk dalam kategori kejahatan luar biasa, dimana angka kekerasan terus meningkat apalagi kekerasan seksual terhadap anak sehingga Komnas Perlindungan Anak desa Pemerintah Kota Medan dan sekitarnya segera bergerak membangun gerakan Perlindungan Anak berbasis keluarga dan Kampung.
Oleh sebab itu, Komnas Perlindungan Anak akan segera berkoordinasi dengan pemerintah daerah khususnya Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial Kota Medan untuk membangun gerakan perlindungan anak dan tidak ada alasan untuk tidak segera membangun aksi Gerakan Perlindungan Anak jika kita ingin menyelamatkan anak-anak dari segala bentuk pelanggaran hak asasi anak.
Oleh sebab itu, tidaklah berlebihan pililah pemimpin masa depan sebagai pemimpin yang peduli terhadap persoalan-persoalan anak yang terus mengancam kehidupan anak-anak di Kota Medan terlebih dalam situasi menghadapi pandemi Covid-19.
“Himbauan saya, tidak ada alasan untuk tidak menyelamatkan anak-anak dari segala bentuk eksploitasi, kekerasan, perbudakan seks, penelantaran, diskriminasi dan pelakuan salah lainnya yang dihadapi anak kita saat ini,” pungkas Arist mengakhiri keterangan persnya.
Discussion about this post